Catatan Diskusi Film "Tanah Mama" (Seri I Diskusi Perempuan Papua)

Poster Nonton bareng dan diskusi film 'Tanah Mama' di Yogyakarta, 31/08/2016.

SPP-  Telah dilakukan nonton dan diskusi Film yang berjudul ‘Tanah Mama’ oleh kelompok diskusi perempuan papua. Diskusi dilakukan pada 31 Agustus 2016 pukul 18.00 WIB hingga selesai di Asrama Tambrauw D.I.Yogyakarta. Diskusi ini dihadiri oleh 28 orang yang terdiri dari 18 orang perempuan dan 11 orang laki-laki papua dan beberapa perwakilan dari organisasi pro demokrasi di Yogyakarta.

Film "Tanah Mama" mengisahkan tentang Perjuangan Mama Halosina sebagai Ibu atas empat anak serta sosok Ibu Runah tangga yang hidup di kampung Huguma, Jayawiyawa, Papua.

Mama Halosina akhirnnyaa harus pergi dari kampung suaminya (Huguma) karena  dianggap mencuri ubi(Ipomoea batatas L)[1] adik iparnya[2] (Panggilan saudari perempuan dari suami), menuju ke kampung halamannya. Hal ini terjadi karena suami mama Halosina, bapak Hosea tidak menafkahi kelurga mama halosina. justru  melakukan praktek poligami. Walaupun status adik ipar tidak meringankan denda yang dituntut pada mama Halosina.

Mama Halosina, di kampung halamannya hidup bersama keluarga kakaknya.

Namun tuntutan denda tetap berlaku hingga, Hosena mampu membayar semampunya dari hasil penjualan sayur dan ubi.

Dalam diskusi film Tanah Mama banyak aspek yang dilihat :

1.    Sosok Tokoh Mama Halosina. Mama Halosina, dia adalah seorang perempuan dari sekian perempuan Papua yang sedang mengalami banyak kasus penindasan dan ketidak adilan yang terstruktur dan tidak terstruktur oleh pemerintah, budaya, bahkan lingkungan sekitar. Namun dia mampu bangkit dan berani melawan semua realita yang terjadi dalam keluarganya. Dia sosok yang sangat kuat dalam mental dan fisik. Mama Halosina perempuan kampung tapi dia mampu melwan realita, lalu bagimana dengan kita generasi muda, perempuan Papua?. Di tangan perempuan ada sumber kehidupan. Mereka sumber produksi kehidupan. Jadi ketika perempuan tidak bergerak maka semua akan mati. Mama Haloshima berjuang mempertahankan kehidupannya dan anak-anaknya karena adanya kesadaran diri. Sehingga kita juga sebagai perempuan Papua harus sadar dan jangan terus menikmati penindasan yang terjadi. Mama halosina telah mewakili sejumlah mama-mama di pedalaman papua sana. Ia harus berusaha mencari uang untuk membayar denda dan memberi makan anak-anaknya. Ia telah menjadi pelaku ekonomi bagi anak-anaknya.

2.    Ketidak adilan. Suami Mama Halosina yang kawin lagi. Dengan kawin lagi, di sana ada ketidak adilan dimana perhatian suami menjadi terbagi. Suaminya lebih memperhatikan istri ke dua dan tidak bertanggung jawab dengan Mama Halosina.

3.    Kehidupan Papua mengalami transisi sosial. Dalam hal ini, kasus Mama Halosina yang beranggapan bahawa dia tidak mencuri ketika mengambil Ubi di kebun adik iparnya. Tapi kenyataan sekarang, kelurga tidak melihat dia dan anaknya sebagian bagian dari mereka. Teteapi dia justru dituduh sebagai pencuri dan harus membayar denda sekitar 1jt. Apakah itu budaya orang Papua? bukan kah rasa kekelurgaan di Papua masih kuat. Hanya satu Ubi harus di ganti didenda dengan seekor Babi bahkan harus bayar 1jt ? Dahulu, masyrakat Papua hanya mengenal budaya barter tetapi ketika uang masuk di Papua. Uang segalanya bagi orang Papua jadi setiap kasus berkaitan dengan uang.

4.    Budaya Patriaki. Status kepemilikan tanah masih bersifat patriarkat. Dimana tanah masih diperuntukkan buat kaum laki-laki dengan alasan, mereka yang akan meneruskan perjuangan marga. Sementara perempuan tidak diperhitungkan sama sekali. Dalam pengelolahannya juga, laki-laki yang harus membuka dan membersihkan lahan terlebih dahulu. Lalu menyuruh perempuan tuk mengelolah lahan itu dengan menanam berbagai jenis umbi-umbian dan sayur-mayur.

5.    Ekonomi.Melihat situasi kampung huguma yang jauh dari perhatian pemerintah, memberi kita satu pertanyaan bahwa dimanakah peran otsus untuk daerah-daerah yang terisolir seperti kampung huguma ini. Terlebih lagi adalah peran otsus tuk memberdayakan mama-mama papua untuk memperbaiki perekonomian yang ada. Contohnya, pemerintah menyediakan pasar yang layak untuk mama-mama Papua.

6.    Pendidikan. Orang Papua tidak bodoh tetapi pendidkan dari negara ini yang membodohkan generasi Papua so jalan satu-satunya kita harus terus menggali pengetahuan sehingga kita bisa melawan sistem pendidkan yang membodohkan ini!

Semua masalah-masalah yang terjadi di Papua tidak terlepas dari system besar yang bermain di dalam tatanan sosial (keberadaan masyarakat) demi kepentingan orang-orang tertentu sehingga sebagian besar rakyat Papua yang masih miskin dan tertindas di atas Tanahnya. Kita sebagai generasi muda agent perubahan dan agent control social diharapkan untuk hadir dalam masyarakat sebagai pembawa perubahan baru dan mengontrol pemerintahan.

Untuk perempuan Papua, siapa lagi yang akan datang untuk memperjuangkan hak kita di atas Tanah kita kalau bukan kita sendiri. Mari memperkaya diri dengan pengetahuan yang membangun diri dan lebih progresif sehingga kita bisa mampu melawan penindasan yang terstruktur dan tidak terstruktur dalam diri kita, Perempuan Papua. Hidup perempuan Papua. (Selly Mote/Notulen)

----------------
Catatan;

[1]. Jalar Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daunnya.

Ubi jalar berasal dari Amerika Selatan tropis dan, yang masih diperdebatkan, Papua. Kalangan yang tidak menyetujui asal muasal ubi jalar dari Papua berpendapat bahwa orang Indian telah berlayar menuju ke barat melalui Samudra Pasifik dan membantu menyebarkan ubi jalar ke Asia. Proposal ini banyak ditentang karena bertentangan dengan fakta-fakta klimatologi dan antropologi.

[2]. Ipar, menurut KBBI online; saudara suami atau istri.


Sumber: http://www.ampnews.org/2016/09/catatan-diskusi-film-tanah-mama-seri-i.html

Posting Komentar

0 Komentar