Pernyataan Sikap Bem Se-Tanah Papua atas Insiden di Yogyakarta.



Mahasiswa Papua usai jumpa pers atas insiden yang dialami mahasiswa Papua di Jogja 14-15 Juli 2016 lalu (3/8)., Sebagai negara demokrasi terbesar di dunia dan juga negara hukum, maka sepatutnya negara memberikan jaminan bagi setiap warga negaranya dalam kebebasan berekspresi dalam menyampaikan pendapat di muka umum.


UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Pasal 28 UUD 1945 tentang Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul, Mengeluarkan Pikiran dengan lisan maupun tulisan. Hal itu telah jelas dalam UU Negara Indonesia maka sebagai negara hukum harus mewujudkan dalam kehidupan bernegara apalagi aparat Kepolisian sebagai penegak hukum.

Kami sebagai sesama anak negeri Papua kecewa dan kami tidak terima dengan perlakuan tidak adil dan tidak manusiawi terhadap saudara dan saudari kami pada tanggal, 14-15 Juli 2016 di Asrama Kamasan I Jogja yang hendak melakukan long mars untuk melakukan aksi damai di Kota Jogja.

Perlakuan yang telah dilakukan oleh aparat Kepolisian DIY sangat tidak manusiawi dan tidak bermoral. Sebagai aparat keamanan tugasnya hanya mengamankan jalannya aksi yang dimaksud dan agar berjalan dengan aman dan tertib. Bukan mengepung dan mengejar mahasiswa asli Papua yang berada dalam Asrama maupun yang hendak berkunjung ke Asrama untuk bergabung dalam aksi damai tersebut.

Kami sangat mengecam perlakuan kasar dan kata-kata makian serta sebutan rasis seperti “Anjing, Babi, dan sebutan Monyet” dari beberapa Ormas-Ormas Rasionis bagi saudara-saudari kami mahasiswa asli Papua di Asrama Kamasan I Jogja sewaktu dilakukan pengepungan oleh pihak aparat Kepolisian.

“Tidak seharusnya ormas-ormas ini melakukan aksi seperti demikian, mereka telah melakukan tindakan di luar dari tugas dan fungsinya sebagai Organisasi Kemasyarakatan”, tegas Bem Se-Tanah Papua yang tergabung dalam “Solidaritas Mahasiswa Papua Peduli Keadilan (SMP2K), Rabu (3/8).
Kami juga tidak terima dan kecewa atas pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta yang menyatakan Mahasiswa Asli Papua sebagai “Separatis”. “Status mereka jelas, yaitu sebagai mahasiswa-mahasiswi dan bukan separatis sebagaimana yang dikatakan Sultan”, jelasnya.

Sumber:  Morip Tabuni Zayur

Editor: Helena

Posting Komentar

0 Komentar